Friday, August 10, 2018

Prosa Njemput Pagi


Matamu nikam jantungku saat terlelap tadi malam,sebuah labirin panjang saut-menyaut mencari arah jalan pulang.Tersesat,sama sekali tidak. Ini hanya sebagian waktu untuk memulai pada jalan baru lagi. Sebab jalan lama sudah tidak mungkin dilewati,bukan berarti melupakan sejarah,hanya saja belajar sejarah itu perlu,untuk identitas,untuk mendokumentasi rekam jejak,ambil seperlunya tanpa harus menoleh lagi. Kejam. Tidak. Ada hal-hal yang perlu diberi garis bawah tentang hidup dan keberlanjutan hidup. Itu pasti. Mau tidak mau tetap dihadapi hari ini. Bukan menghadapi masa lalu ataupun masa depan. Ke belakang hanya butuh rekam, ke depan hanya butuh keuletan mewujudkan rencana. Dan hari ini cuma butuh ketenangan. Hal-hal positif yang masih tersisa akan terasa meyakinkan dan memberi energi indah pada sekitar. Adakalanya memang kita bersahabat dengan minuman murah seperti arak, tapi bukan untuk semacam pengaktualisasian akan eksistensi diri. Tapi semata hanya pada satu titik dimana kita bisa mengintimi sebuah proses. Dan tuhan tetap mencintaiku dengan caranya sendiri. Memelihara setiap nafas yang semalam sempat terbata-bata menimang mimpi. Dan matamu nikam tidurku. Persemaian ini tak akan tumbuh tunas yang baik. Sebab ya'jul dan ma'jul diduga sudah mengebiri kedamaian akan proses berpesta malam nanti. Remuk raga merindumu seperti batu. Dan anjing kudisan mengencingi persemaian benih mimpi. Lantas masihkah mencari hal yang tak pasti? Sudahlah tak usah memastikan apa-apa yang belum pasti. Atau mencoba memprediksi pola pikir Tuhan kembali? Sungguh itu diluar kendali. (Pagi-pagi benar aku menulis ini,entah jam berapa yang jelas matahari belum terbit, selamat berbahagialah kalian semua dengan retorika kalian masing-masing.)
Aug 02 2014  04:39 WITA Denpasar (Menjemput Pagi)

No comments: