Monday, January 8, 2018

Berkompromi dengan Gadget

Di kalender kedua bulan awal di tahun 2018.
Sudah memasuki tahun 2018 saja, menyisakan banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Bumi terasa menua sekarang. Seiring penulis juga merasakan menua juga. Di pertengahan 30-40. Betapa tidak, tubuh saya sekarang sedikit manja. Perjalanan jauh sedikit, begitu banyak supplemen yang harus saya minum. Belum obat anti tolak angin, obat gatal-gatal karena bidur (istilah Jawa, penyakit aneh yg menyerang saat dingin gatal kemudian kulit menggelembung seperti habis terkena ulat bulu). Semacam phobia saat usia tak lagi muda.

Benarkah saya setua itu? Kalau ada perbandingan atau istilah kerennya komparatif, Nenek saya masih kuat untuk menanam padi di sawah tanpa supplemen makanan. Tanpa tambahan vitamin,tanpa obat-obatan yang lain. Inikah yang dimaksud generasi milenial akhirnya. Generasi Micin. Generasi Kids Jaman Now. Sungguh tragedi besar buat suatu generarasi.

Saya menjadi rindu hidup di era tahun 90'an, dimana tanpa gadget, dimana tanpa merasa risih berebut layangan,dimana hanya melihat siaran Televisi tunggal, dimana makan hanya sayur sawi direbus dan tempe goreng tanpa bumbu racik. Tapi apa iya?

Jangankan sehari, sepuluh menit tanpa gadget saja sudah kebingungan. Begitu kata istri saya. kok berandai-andai rindu tanpa gadget. Hal itu sudah menjadi kebutuhan dasar. Seperti kebutuhan pokok atau primer dalam kehidupan,selain sandang,pangan dan papan. Kita sudah tidak bisa lagi mengelak dari perubahan jaman yang menuntut peran gadget. Hanya yang bisa saya lakukan adalah menyiasati dan membijak-i peran gadget dalam kehidupan.

Peran gadget membuat saya merasa malas. Malas untuk jalan, malas untuk berpikir, dan malas-malas yang lainnya. Seperti misalnya, dengan gadget, saat saya malas keluar untuk sekedar membeli makanan, maka saya pesan via online saja. Dan makanan diantar, cepat, efisien meski akan membayar sedikit mahal. Intinya saya terbantu sekali dengan peran gadget. Namun di sisi lain, saya semakin jarang berkomunikasi dengan penjual makanan tersebut. Karena pesan Via online membatasi komunikasi tersebut.
https://assets.jalantikus.com/assets/cache/400/176.5/gokil/2016/09/30/pesan-makanan-via-ojek-online.jpeg
Tapi dibalik kelebihan dan kekurangan gadget di edisi milenial ini, kita memang tidak bisa menghindar. Harusnya kita lebih bijak dalam penggunaan gadget kita. Gadget bertujuan untuk memudahkan urusan kita, maka berkompromi adalah sikap yang terbaik. Tanpa menghilangkan nilai-nilai arif dalam berkomunikasi di dunia nyata. Setidaknya berimbang. Toh, jika saya naik gunung dan pada ketinggian 3726 Mdpl (Puncak Gunung Rinjani), Apakah mereka masih sudi untuk mengirim pesanan saya? hahahahahaha tentu tidak. Disinilah saya belajar mandiri untuk memasak sendiri dari alam. Dan berkompromi dengan alam. Dan itu mengasyikkan. 

Atau saat tahun baru kemarin, meski di tanggal 3 januari. Saya beramah tamah dengan warga kost saya. Membuat masakan sederhana. Berkomunikasi dengan arif, dan ternyata itu menyenangkan. Meski  dalam tahun ini saya jarang berkomunikasi dengan mereka akibat kesibukan masing-masing. Menyenangkan sejenak berkumpul dengan tetangga. Sebagai mahluk sosial yang baik.

Foto ini juga diambil dari gadget hehehehehe
Berbijaklah dengan gadget anda.
(Tulisan ngelantur gak ada motif)